Rabu, 10 November 2010

Dark's Side : God

*Artikel ini akan membahas tentang sesuatu yang bersifat sensitif bagi sebagian orang, saya tidak berniat mendiskreditkan agama manapun juga tidak berminat dimaki-maki, jika ada yang anda rasa salah pada artikel ini silahkan anda berikan pendapat anda tentang bagaimana yang benar. Lebih baik anda keluar dari blog ini jika anda tidak sanggup membaca artikel ini dengan pikiran terbuka.



Tuhan...
Sebuah konsep yang telah ada selama ribuan tahun dan dikenal oleh seluruh peradaban manusia di belahan bumi manapun di zaman apapun.
Satu keberadaan yang telah muncul berbagai kontroversi mengenainya dan telah melahirkan ribuan atau bahkan jutaan pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah terjawab hingga akhir masa.
Saya sendiri telah menganut satu agama sejak lahir, atau setidaknya begitulah yang dituliskan orang tua saya di akta kelahiran saya. Saya telah diajari berbagai hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan serta tata cara ritual ibadah dalam agama saya. Tetapi tumbuh ditengah-tengah doktrin keagamaan dengan lingkungan yang relijis tidak lantas membuat saya memungkiri bahwa saya memulai perjalanan hidup saya sebagai seorang atheis.
Saya mulai mempertanyakan konsep ke-Tuhan-an ketika saya beranjak kelas 6 sekolah dasar. Ketika itu muncul pertanyaan dibenak saya :

"kenapa saya harus memeluk agama ini?",
"apakah saya memeluk agama ini karena saya mengimaninya atau hanya karena begitulah yang ditentukan orangtua saya?"
"lantas apakah Tuhan itu memang ada?"
"jika memang ada, agama yang manakah yang diakui Tuhan?"


Pencarian saya yang paling awal adalah dengan cara termudah dan terpraktis : berdoa.
Saya berdoa supaya Tuhan memperkuat keyakinan saya atas keberadaan-Nya, dan supaya Tuhan menunjukkan jalan yang benar pada saya, tapi ternyata usaha tersebut sia-sia.
Mungkin Tuhan tidak menjawab doa saya.
Mungkin juga saya yang tidak bisa memahami jawaban yang diberikan Tuhan.
Saya menyimpulkan bahwa saya tidak bisa menggunakan cara yang praktis untuk menemukan jawaban atas pertanyaan di dalam diri saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari jawabannya dengan cara lain : bertanya.



Saya hanya memilih orang-orang yang saya anggap benar-benar berkompeten untuk saya jadikan tempat bertanya. Saya bertanya kepada mereka mengenai bukti keberadaan Tuhan. Tapi nihil, tak satupun jawaban yang saya dapat dari mereka bisa memuaskan saya. 
Salah satu diantara mereka mengatakan bahwa bumi yang berputar pada porosnya, bumi yang mengitari matahari, dan bulan yang mengitari bumi adalah bukti keberadaan Tuhan.
Saya tidak bisa menyetujui pendapat tersebut, jawaban itu masih terdengar klise bagi saya.
Semua penganut agama akan mengklaim hal yang sama, bahwa kejadian-kejadian tersebut adalah bukti keberadaan Tuhan nya masing-masing. Sedangkan para penganut skeptis akan mengatakan bahwa itu semua bisa dijelaskan secara ilmiah.

 
Kemudian saya memutuskan menempuh metode yang baru dalam perjalanan saya : belajar.
Ketika saya berada di bangku SMP, itulah kali pertama saya menyentuh agama-agama selain yang saya anut seperti Zen Buddha, Hinduisme ,Upanishad dan Bagavhad Gita. Selain itu juga kali pertama saya mengenal tentang Kristen Protestan Konservatif, Kristen Ortodoks timur, Katolik Roma Konservatif, dan Anglikanisme...
Ada satu cerita yang cukup menggelitik dari perjalanan saya, pernah suatu hari ketika saya berkumpul dengan teman-teman saya yang berbeda agama dengan saya , saya malah lebih mengetahui tentang sejarah dan ajaran agama mereka daripada diri mereka sendiri yang notabene telah menganut agamanya sedari lahir.

2 komentar:

  1. Terkadang perjalanan membawa jawaban yang pasti atau jawaban yang diyakini oleh individu tersebut. Sebuah agama memang tidak bisa dipaksakan. Kita tidak akan bisa menyuruh orang memahami lewat tamparan atau kalimat larangan "jangan kau pikirkan itu! Itu dosa!"

    Tapi lewat tulisan ini, sepertinya jika saya tidak salah menilai, Anda sendiripun masih dalam proses mencari. Jangankan Anda , orang seperti Einsteinpun tidak pernah berhenti untuk mencari apa yang menurut dia benar.

    Mungkin kalau orang bodoh seperti saya -- menyakini bahwa Tuhan tidak malu. Kalau Dia malu, Dia tidak akan menciptakan Bumi dan segala isinya dengan perhitungan yang bukan merupakan kebetulan belaka.

    Tapi disisi lain, saya juga menganut paham kepraktisan : "Tidak akan repot-repot berdebat mengenai apa itu Tuhan dan tidak mau tahu apapun bentuknya. Yang penting saya tahu mana yang benar buat saya."

    Kalau saya mengetahui apa mau Tuhan seperti apa, wah hebat dong saya. Einsteinpun juga tidak bisa tepat memperkirakan kecepatan cahaya seperti apa dan berapa; cahaya yang notabene juga salah satu ciptaaNya.

    Yang penting saya merasa damai dengan keyakinan yang tidak akan saya paksakan pada orang lain untuk percaya.

    Semoga Anda pun juga kelak menemukan kedamaian. Dengan atau tanpa Tuhan dikeyakinan Anda

    (Maaf ya komen saya diatas saya hapus. karena ada kesalahan dalam pengetikkan yang bisa mengakibatkan kesalahpahaman arti)

    BalasHapus
  2. Terimakasih Phenomena...
    Saat ini saya sudah sampai pada tahap bahwa saya tidak lagi bisa menyangkal keberadaan Tuhan, alasannya kenapa, akan saya beberkan pada artikel berikutnya...
    Saat ini saya berada pada tahap "I Believe Him, but I don't Trust Him", seperti jika anda tidak mempercayai seorang rekan anda, tapi anda percaya bahwa rekan anda tersebut benar-benar hidup dan eksis di dunia ini...
    Dan ya, saya memang masih melakukan pencarian...

    BalasHapus